Awan bergumpal-gumpal, mentari menyuram, langit menghitam,
angin bertiup dan burung-burung menjerit ketakutan, aku bergegas mengambil baju
yang tergantung dijemuran yang dibentangkan diantara pilar-pilar penyangga
rumah.
Suasana itu mengingatkanku
pada enam belas tahun yang lalu ketika aku berlibur bermain dirumah uwak di
Tangerang sejak itulah aku mulai dikenalkan dengan deretan buku-buku usang yang
penuh dengan butiran-butiran kecil seketika aku harus menutup mulut dan
hidungku dengan tangan kiriku sedangkan tangan kananku sibuk menelusuri jejak-jejak
para pejuang literasi seperti jejak-jejak presiden yang telah memberikan
kemerdekaan pada bangsa ini.
Koleksi buku-bukunya lumayan banyak mulai dari majalah,
koran sampai buku-buku dari berbagai penerbit jaman dulu. Yang sering aku baca
ketika itu adalah majalah intisari. Aku paling suka mengumpulkan
tulisan-tulisan Quotenya.
Duduk disudut lantai dua adalah tempat favoritku ditemani
secangkir kopi sebagai penawar ketika rasa kantukku datang atau terlalu lama
menelusuri lembaran demi lembaran halaman yang aku baca.
“Kak, tahu flasdisku tidak?” lamunanku terhenti oleh ocehan adikku
“Iya.. kenapa?”
“Iiih, kakak tahu flasdisku yang merah jambu itu?”
“Mana kakak tahu” jawabku sekenanya.
“Iiiih kakak, bantu nyariin dong, kak?” baiklah kakak akan bantu kamu tapi sebelumnya
kamu bikinin kakak kopi dulu yah, gih sana bikin kopi dulu biar kakak yang cari
dimana keberadaan flasdisk itu.
Dengan terpaksa sigembul adikku melenggok ke arah dapur dan
kembali beberapa menit
kemudian dengan secangkir kopi dikedua tangannya.
“Mana, dah ketemu belum kak?” gelisah terlihat diwajah
ovalnya.
Sabar-sabar ini lagi dicari.
Ketemu mbak, flashdisk nya?
BalasHapusbelum mbak Nindya, bantu nyari yuk, nti dibkinin kopi lho.he...:)
Hapus